Sunday, 27 October 2013

Sumpah Pemuda

Bukan Hanya Sebatas Semangat Pada Pengetahuan


Kami poetera dan poeteri Indonesia,
mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia,
mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia,
mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Itulah teks Sumpah Pemuda, yang untuk pertama kalinya diikrarkan di Jakarta pada 28 Oktober 1928. hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia sebagai landasan utama gerakan kebangkitan nasional. Sekaligus perekat yang mempersatukan anak bangsa dari berbagai suku dan agama.
Hingga 85 tahun kemudian setelah diikrarkan, ternyata semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 belum sepenuhnya dijiwai oleh setiap insan Indonesia, termasuk pemuda. Apa indikasinya?

Bila saja sudah dijiwai, tentu tak perlu terjadi bentrokan antara pelajar dengan pelajar, antara pelajar SMA 6 dan SMA 70 Jakarta yang menewaskan Alawi Yusianto Putra. mahasiswa dengan mahasiswa, di Universitas Negeri Makassar yang menewaskan seorang mahasiswa dan yang terakhir antara mahasiswa dan polisi di kampus Universitas Pamulang Tangerang Selatan, yang membuat Kapolsek Pamulang jatuh tersungkur dan berbuntut pada penangkapan 9 mahasiswa.

Sejak dulu kala, Indonesia dihuni oleh penduduk dengan berbagai macam etnis, agama, dan golongan. Ketika para penjajah datang, mereka secara berkelompok melakukan perlawanan. Hasilnya, Indonesia tetap dijajah. Sampai kemudian timbul kesadaran untuk bersatu melalui pembentukan Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908.

Kesadaran untuk bersatu sebagai bangsa kemudian memuncak pada 28 Oktober 1928 ketika para pemuda dari berbagai pulau dan etnis, seperti Jong Celebes, Jong Java, Jong Soenda, Jong Sumatranen, Jong Betawi, dan sebagainya mengikrarkan Sumpah Pemuda: bertanah air satu, Tanah Air Indonesia; berbangsa satu, bangsa Indonesia; dan berbahasa satu, Bahasa Indonesia. Para pemuda yang terdiri atas berbagai latar belakang itu melebur menjadi satu: Indonesia!

Semangat Sumpah Pemuda mencapai klimaksnya pada 17 Agustus 1945 ketika Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sejak itu, Indonesia yang terdiri atas berbagai etnis, agama, dan golongan menjadi bangsa yang merdeka dan bersatu.

Pada setiap perubahan yang mendasar, selalu para pemuda berada di garis depan, sejarah telah mencatat, jatuhnya rezim Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun oleh gerakan masa pemuda, bukan oleh partai politik atau organisasi massa yang lain, kini, bagaimana setelah 68 tahun Indonesia merdeka dan 85 tahun Sumpah Pemuda diikrarkan? Apakah semangat ke-Bhineka Tunggal Ika-an itu masih ada di dada pemuda dan masyarakat Indonesia pada umumnya? Sebuah pertanyaan yang sangat sensitive, mengingat realita yang terjadi di lapangan sungguh jauh dari semangat Sumpah Pemuda itu.

Berbagai kejahatah masih sangat dominan, bahkan kualitasnya semakin meningkat saja, lihat saja kasus teror, para pelakunya kini beralih pada mereka yang berusia muda, demikian juga narkotika, bahkan prilaku korupsi yang dulu dilakukan oleh mereka yang telah berumur, kini trendnya merasuk pada “golongan pemuda” sebagai contoh, liat saja seperti M Nazaruddin, Angelina Sondakh, Gayus Tambunan, dan Dhana Widyatmika.

Agaknya sudah saatnya, jika kita tidak terlalu terpaku lagi pada acara-acara seremonial dalam memperingati sumpah pemuda, tetapi ada sebuah gerakan yang atau pemikiran ulang tentang bagaimana jiwa Semangat Sumpah Pemuda itu bukan hanya sebatas pada pengetahuan saja, tetapi menjiwai semangat perilaku kehidupan berbangsa dan bernegara kita yang sejak lahirnya sudah terlanjur sebagai Negara yang heterogen, baik agama, suku, dan ekonomi dan pendidikan…………..Semoga!!!

No comments:

Post a Comment