Bukan Hanya Sebatas Semangat Pada Pengetahuan
Kami
poetera dan poeteri Indonesia,
mengakoe
bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia.
Kami
poetera dan poeteri Indonesia,
mengakoe
berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Kami
poetera dan poeteri Indonesia,
mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Itulah
teks Sumpah Pemuda, yang untuk pertama kalinya diikrarkan di Jakarta pada 28
Oktober 1928. hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia sebagai landasan utama
gerakan kebangkitan nasional. Sekaligus perekat yang mempersatukan anak bangsa
dari berbagai suku dan agama.
Hingga 85
tahun kemudian setelah diikrarkan, ternyata semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober
1928 belum sepenuhnya dijiwai oleh setiap insan Indonesia, termasuk
pemuda. Apa indikasinya?
Bila
saja sudah dijiwai, tentu tak perlu terjadi bentrokan antara pelajar dengan
pelajar, antara pelajar SMA 6 dan SMA 70 Jakarta yang menewaskan Alawi Yusianto
Putra. mahasiswa dengan mahasiswa, di Universitas Negeri Makassar yang
menewaskan seorang mahasiswa dan yang terakhir antara mahasiswa dan polisi di
kampus Universitas Pamulang Tangerang Selatan, yang membuat Kapolsek Pamulang
jatuh tersungkur dan berbuntut pada penangkapan 9 mahasiswa.
Sejak
dulu kala, Indonesia dihuni oleh penduduk dengan berbagai macam etnis, agama,
dan golongan. Ketika para penjajah datang, mereka secara berkelompok melakukan
perlawanan. Hasilnya, Indonesia tetap dijajah. Sampai kemudian timbul kesadaran
untuk bersatu melalui pembentukan Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908.
Kesadaran
untuk bersatu sebagai bangsa kemudian memuncak pada 28 Oktober 1928 ketika para
pemuda dari berbagai pulau dan etnis, seperti Jong Celebes, Jong Java, Jong Soenda,
Jong Sumatranen, Jong Betawi, dan sebagainya mengikrarkan Sumpah Pemuda:
bertanah air satu, Tanah Air Indonesia; berbangsa satu, bangsa Indonesia; dan
berbahasa satu, Bahasa Indonesia. Para pemuda yang terdiri atas berbagai latar
belakang itu melebur menjadi satu: Indonesia!
Semangat
Sumpah Pemuda mencapai klimaksnya pada 17 Agustus 1945 ketika Soekarno-Hatta
atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sejak itu,
Indonesia yang terdiri atas berbagai etnis, agama, dan golongan menjadi bangsa
yang merdeka dan bersatu.
Pada
setiap perubahan yang mendasar, selalu para pemuda berada di garis depan,
sejarah telah mencatat, jatuhnya rezim Soeharto yang telah berkuasa selama 32
tahun oleh gerakan masa pemuda, bukan oleh partai politik atau organisasi massa
yang lain, kini, bagaimana setelah 68 tahun Indonesia merdeka dan 85 tahun
Sumpah Pemuda diikrarkan? Apakah semangat ke-Bhineka Tunggal Ika-an itu masih
ada di dada pemuda dan masyarakat Indonesia pada umumnya? Sebuah pertanyaan yang
sangat sensitive, mengingat realita yang terjadi di lapangan sungguh jauh dari
semangat Sumpah Pemuda itu.
Berbagai
kejahatah masih sangat dominan, bahkan kualitasnya semakin meningkat saja,
lihat saja kasus teror, para pelakunya kini beralih pada mereka yang berusia
muda, demikian juga narkotika, bahkan prilaku korupsi yang dulu dilakukan
oleh mereka yang telah berumur, kini trendnya merasuk pada “golongan pemuda”
sebagai contoh, liat saja seperti M Nazaruddin, Angelina Sondakh, Gayus
Tambunan, dan Dhana Widyatmika.
Agaknya
sudah saatnya, jika kita tidak terlalu terpaku lagi pada acara-acara seremonial
dalam memperingati sumpah pemuda, tetapi ada sebuah gerakan yang atau pemikiran
ulang tentang bagaimana jiwa Semangat Sumpah Pemuda itu bukan hanya sebatas
pada pengetahuan saja, tetapi menjiwai semangat perilaku kehidupan berbangsa
dan bernegara kita yang sejak lahirnya sudah terlanjur sebagai Negara yang
heterogen, baik agama, suku, dan ekonomi dan pendidikan…………..Semoga!!!
No comments:
Post a Comment